*Bupati Diminta Buat SK Pengatur Tambang
NGABANG. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Landak terus berusaha mencari solusi tentang aspirasi masyarakat terkait pertambangan emas. Selasa (23/6) kemarin DPRD Landak mengundang instansi terkait di jajaran eksekutif. Kalau masalah Raperda Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), dewan belum berani membahas, karena dasar hukum yang diatas belum keluar. Jika UU No 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara sudah terbit sejak Januari 2009 lalu, tapi Peraturan Pemerintah (PP) belum keluar. “Jadi kalau kita ingin membentuk Perda WPR, tentu menunggu keluar PP terlebih dahulu yang informasinya baru dibahas oleh pemerintah pusat Juli mendatang,” kata Wakil Ketua DPRD Klemen Apui selalu pimpinan rapat kemarin didampingi anggota dewan lainnya seperti Heri Saman, Markus Amid, Mohzai, Cahyatanus, J Bahari, Among dan lainnya.
Untuk itu, lanjut legislator Partai Golkar ini, sambil menunggu PP keluar dan Perda WPR, saat ini mencari solusi tentang apakah diperbolehkan masyarakat melakukan kerja tambang “Nah, ini aspirasi masyarakat, maka kita undang eksekutif untuk membahas ini, kalau memang Perda belum bisa kita bentuk, pastinya sementara ada solusi,” ujar Apui.
Menurut dia, selama ini yang menjadi masalah tentang tambang emas adalah soal faktor lingkungan. Jika Bupati Landak selama ini sudah sering menghimbau atau menyatakan pemerintah tidak melarang masyarakat menambang asal bertanggungjawab secara hukum dan sosial, itu pastinya membuat masyarakat merasa tak jelas. “Jadi apakah Bupati tidak bisa mengeluarkan semacam surat, apakah bentuknya SK atau lainnya isinya menekankan kalau masyarakat menambang agar dampaknya tidak ada, dibuat lobang khusus untuk pembuangan limbah hanya diperbolehkan alat tradisional dan lain sebagainya,” ujar Apui.
Selain itu, pihak Pemkab bisa saja minta bantu konsultan tentang lingkungan untuk mencari solusi bagaimana agar dampak dari pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Landak ini tidak merusak lingkungan terutama air sungai yang menjadi masalah.
“Nah ini yang harus di kita cari solusi bersama, karena kita bukan hanya memikirkan penikmat tambang saja, tapi warga lain yang tidak ikut menikmati tambang tapi terkena dampak ini juga harus kita pikirkan,” tegas Apui.
Senada diutarakan anggota dewan lainnya, Cahyatanus. Jika masyatakat menuntut akan tetap kerja PETI. Sementara Perda WPR belum bisa dibahas karena terkendala PP dari pusat belum keluar, maka Bupati agar bisa mengeluarkan surat terkait aturan para petambang. “Mungkin penambang harus secara tradisional tidak boleh menggunakan alat mesin dompeng dan lainnya,” ujat Tanus.
Heri Saman, anggota dewan dari PDIP juga memberikan saran kepada eksekutif, sambil menunggu Perda WPR dibentuk. Pemkab bisa minta bantu dengan konsultan,bahkan pihaknya mendapat kabar di Fakultas Teknik Untan Pontianak bisa menciptakan mesin seperti dompeng yang ramah lingkungan. “Nah, mungkin ini bisa kita hadirkan untuk mencari solusi,” ujar Heri Saman.
Lain hal ungkapan Markus Amid, legislator dari Daerah Pemilihan Landak IV (Kuala Behe, Air Besar) malah mengupas soal masyarakat pekerja tambang adalah untuk mencari kehidupan. Bahkan di daerah perhuluan tidak adalah istilah kerja pakai cukong, tapi dikerjakan masyarakat sendiri. “Kecuali di Mandor, kerja PETI ada cukongnya,” ujar Markus Amid.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Landak, Andi Ali mengaku dari hasil pertemuan dengan anggota dewan yang banyak menyarankan agar bupati membentuk semacam SK tentang pertambangan rakyat sambil menunggu Perda dibentuk. Pihaknya akan menyampaikan kepada bupati. “Kami akan sampaikan kepada pimpinan kita yakni npak bupati,” ujarnya. (rie)
0 Response to 'Terbentur PP, Raperda WPR Tak Bisa Dibahas'
Posting Komentar
Langganan:
Posting Komentar (Atom)